Kesadaran Seorang Remaja
Tim Penyusun:
1. Kadek Dicky Kurniawan
Berperan sebagai Dicky
2. Kadek Dwiki Suma Setiawan
Berperan sebagai Narator
3. Felisya Agustina Putri Wijaya
Berperan sebagai Icha
4. I Dewa Ayu Made Novia Puspita Dewi
Berperan sebagai Puspita
5. Theda Radana
Berperan sebagai Teda
Pada suatu hari, ada 3 orang sahabat. Mereka
sudah lama bersahabat, mereka adalah Icha, Dicky, Puspita. Suatu hari mereka
sedang bercakap di dalam kelas.
Icha:
“Nanti kita belajar bareng yuk?”
Dicky: “Dimana,
Cha?”
Icha: “Di
rumah Puspita.”
Puspita: “Boleh
boleh. Jam berapa kalian mau ke rumah ku?”
Icha: “Gimana
kalo jam 2 siang?”
Dicky: “Oke.”
Setelah pulang sekolah, Dicky pun datang ke rumah Puspita yang tidak
terlalu jauh dari rumahnya. Tetapi Icha
tidak bersama Dicky. Puspita dan Dicky dengan
sabar menunggu Icha. Tidak
berselang lama Icha pun
datang.
Puspita: “Kok telat, Cha?”
Icha: “Maaf, tadi orang tua ku bertengkar.”
Puspita: “Terus
tadi kamu jalan gitu?”
Icha: “Iya.”
Dicky: “Kok kamu gak bilang sama aku? Kan kita bisa
berangkat bareng.”
Icha: “Makasi, tapi aku gak mau ngerepotin kamu,
Ky” (sambil tersenyum)
Dicky: “Gak kok Cha, kita kan teman.”
Puspita: “Kok
mereka bisa bertengkar, Cha?”
Icha: “Mereka ngeributin bisnis, Pus.”
Dicky: “Sabar ya, Cha”
Icha: “Iya, makasih Ky.”
Dicky: “Mereka
itu kan mencari nafkah buat kamu juga.. mereka sayang kok sama kamu.”
Icha: “Sayang
dari mana? Setiap ketemu, mereka tuh pasti bertengkar karena bisnis” (Dengan
nada tinggi)
Dicky: “Orang tua mana sih yang
gak sayang sama anak nya? Apa lagi kamu anak satu-satunya.”
Puspita: “Tumben
kamu pinter, Ky.”
Dicky: “Aku
udah pinter dari dulu kali.”
Icha: “Makasi ya karena kalian sudah menghibur aku.”
(sambil tersenyum)
Setelah Icha selesai menceritakan sebab keterlambatannya,
mereka pun kembali belajar. Keesokan harinya mereka mendapat teman baru bernama
Teda. Dia pindahan dari Jakarta.Penampilannya Rapi.. Karena ada teman baru,
mereka pun mencoba berkenalan dengannya.
Dicky: “Kita
boleh kenalan ga?”
Teda: “Boleh, nama gue Teda.”
Teda: “Boleh, nama gue Teda.”
Dicky: “Nama
ku Dicky.”
Puspita: “Nama
ku Puspita.”
Icha: “Nama ku Icha.”
Tanpa
sepengetahuan mereka, ternyata teda adalah pengedar zat-zat yang menyebabkan kecanduan(narkoba)
dan ingin mencari seorang teman yang nantinya akan diajak berbisnis. Beberapa
hari kemudian, Teda mendapatkan beberapa informasi tentang Icha dari Dicky dan Puspita. Icha mempunyai masalah dengan
keluarganya, maka inilah kesempatan bagi Teda untuk menghasut Icha.
Teda: “Icha, benar lo ada masalah dengan keluargamu?”
Icha: “Kok tau?”
Teda: “Gue denger dari teman-teman, gue ada solusinya supaya kamu tidak sedih.”
Icha: “Apa
solusinya?”
Teda: “Gue ga bisa kasik tau disini. Karena besok
hari minggu besok lo bisa
ga ke Taman Kota?”
Icha: “Mau ngasik solusi aja mesti ke taman kota,
emang gak bisa langsung ya?”
Teda: “Udah
deh, lo jangan cerewet.. Ikutin aja mau gue.”
Icha: “Iya..
Iya.”
Teda: “Besok
gue tunggu lo jam 8 pagi.”
Icha: “Iya.”
Teda
langsung pergi meninggalkan Icha. Icha pun penasaran dengan solusi tersebut.
Keesokan harinya di Taman Kota..
Icha: “Mana
nih Teda? Kok ga muncul-muncul juga sih? Dia ngajak ketemuan jam 8 pagi, tapi
sekarang udah jam 8.30 belum muncul-muncul juga.”
15 menit
kemudian, Teda pun datang..
Icha:
“Ini dia nih, kamu kemana aja sih? Ini udah jam 8.45 (sambil melihat jam). Baru
aja mau tak tinggal.”
Teda:
“Maaf, tadi jalannya macet. Bali sama Jakarta sama aja ya?”
Icha: “Ya
gitu deh. Apa solusinya?”
Teda:
“Ini permen buat lo, permen ini keluaran terbaru dan rasanya juga enak.”
Icha:
“Apa hubungannya permen ini sama solusi?”
Teda:
“Permen ini bisa buat lo gak sedih lagi.”
Icha:
“Emang ada ya permen yang bisa buat aku ga sedih lagi?”
Teda:
“Ada lah. Permen ini nih yang bisa buat lo ga sedih lagi. Ga percaya banget sih
lo sama gue?”
Icha: ”Iya
lah, secara aku baru kenal sama kamu beberapa hari yang lalu.”
Teda: ”Udah
deh, lo tu cerewet banget sih? Nih ambil.”
Icha:”Iya, makasih (sambil
mengambil permen yang diberikan oleh teda). Gratis kan?”
Teda:”Iya,
untuk lo gratis deh.”
Icha:”Tumben
kamu baik.”
Teda:
“Iya dong, gue kan emang baik.”
Icha pun pergi dengan perasaan kurang percaya.
Sesampainya di rumah, Icha pun langsung
masuk kedalam kamarnya , dan merenungkan hal tersebut. Keesokan harinya, orang tua
Icha kembali bertengkar
Dan
pertengkaran tersebut semakin menjadi-jadi. Icha yang tidak tau harus berbuat
apa mencari teda dan menceritakan
masalahnya tersebut dengan Teda.
Icha: ”Teda, kenapa sih orang tua ku selalu
bertengkar karena bisnis? Kenapa mereka gak pernah peduli sama aku, anak mereka
satu-satunya?”
Teda pun
mencari ide untuk menghasut Icha
kembali dengan cara berpura-pura baik dan peduli terhadap Icha.
Teda: ”Sabar
ya Cha, gue ngerti kok perasaan lo.”
Icha: ”Aku udah sabar, tapi aku risih liat mereka
bertengkar terus.”
Teda: ”Lo udah
nyobain permen yang gue kasik?”
Icha: ”Belum, aku
masih ragu.”
Teda: ”Kenapa ragu?”
Icha: ”Emang ada
permen yang bisa buat orang gak sedih lagi?”
Teda : ”Ya elah Icha, gue kan udah bilang ada.”
Icha: ”Ya deh, besok aku coba.”
Keesokan harinya icha benar – benar mencoba permen
tersebut.
Icha: ”Permen ini rasanya enak banget, jadi pengen lagi. Nanti
aku mau minta lagi sama Teda.”
Sampainya di sekolah, Icha pun mencari teda..
Icha: ”Teda dimana
sih? Aku cariin gak ada, coba aja kalo ga dicarik, pasti muncul di depan mata.”
Icha pun
mempunyai niat untuk mencari Teda di
kantin, dan ternyata Teda ada
disana.
Icha: ”Woe,
ngapain tu?”
Teda: ”Ya
lagi makan lah, ga liat apa? Ganggu
orang makan aja.”
Icha: “Maaf,
gak liat.. Hehe..”
Teda: ”Iya..
Iya, gak masalah.. Kenapa lo? Tumben pagi-pagi nyariin gue..”
Icha: ”Kamu
masih punya permen itu gak?”
Teda: ”Ohh permen yang gue kasik
di taman kota itu?”
Icha: ”Iya
lah.”
Teda: ”Masih,
kenapa? Lo mau lagi?”
Icha: “Kok kamu tau sih? Kamu bisa baca pikiran
ya?”
Teda: “Gak gitu juga kali, sekarang gue lagi ga
bawa permennya.”
Icha: “Iya, besok bisa bawa ga?”
Teda: ”Bisa, tapi ga gratis lagi.”
Icha: ”Gitu banget sih? Ya, berapa harganya?”
Teda: ”Harganya murah, cuma Rp 150.000 doang.”
Icha: ”Widih, mahal banget.. Ga bisa kurang apa?”
Teda: ”Harganya emang segitu, emang lo kira pasar
apa pake nawar-nawar.. Permen itu juga susah dicari.”
Icha: ”Hehe, ya deh aku beli.”
Teda: ”Serius?
Lo lagi banyak uang?”
Icha: ”Gak
juga sih.”
Teda: ”Bayarin
gue dong.. Lagi ga ada duit nih.”
Icha: ”Terus kalo tadi ga ada aku,
gimana caranya bayar?”
Teda: ”Ngutang
lah.”
Icha: ”Karena
aku lagi baik, tak bayarin dah.”
Teda: ”Makasi
Cha, lo emang baik.”
Keesokan harinya, Icha bertemu Teda
di kelas.
Icha: ”Tumben
kamu udah ada tanpa aku cari.”
Teda: ”Iya, gue lagi males ke kantin.. Lagi ga ada
duit.”
Icha: ”Kamu
udah bawa permennya?”
Teda: ”Udah
dong, mana duitnya?”
Icha: ”Idih, mata duitan banget sih(sambil memberikan uang kepada Teda). Udah
lunas ya.”
Teda: ”Iya.”
Saat icha
memberikan uang kepada Teda, Dicky dan Puspita pun datang dan langsung masuk kelas.
Dicky: ”Icha lagi
banyak uang ya? Traktir dong.”
Icha: ”Engga juga sih.”
Puspita: ”Terus
itu apa?”
Icha: ”Tadi
aku beli permen di Teda.”
Dicky: ”Sejak
kapan kamu ganti profesi jadi dagang permen?”
Teda:
(Tidak menjawab)
Puspita: ”Kok gak dijawab?”
Icha: ”Udah lah, jangan itu diributin.. Ini permen yang bisa buat orang gak sedih lagi karena rasanya yang enak banget..”
Puspita: ”Kok gak dijawab?”
Icha: ”Udah lah, jangan itu diributin.. Ini permen yang bisa buat orang gak sedih lagi karena rasanya yang enak banget..”
Puspita: ”Kayak
iklan aja, emang bener?”
Icha: ”Bener, aku udah pernah nyobain.. Kalo ga percaya, Tanya aja Teda.”
Icha: ”Bener, aku udah pernah nyobain.. Kalo ga percaya, Tanya aja Teda.”
Puspita: ”Bener,
Teda?”
Teda:
(Menjawab dengan gugup) “Be-be-bener.”
Puspita pun tidak percaya dengan
hal tersebut dan mengajak Dicky keluar kelas untuk membicarakan hal tersebut.
Puspita: ”Masa
sih ada permen yang bisa buat orang seneng?”
Dicky: ”Aku
juga gak percaya, gimana kalo kita selidiki?”
Puspita: ”Aku
setuju.”
Puspita
dan Dicky pun mencari informasi tentang permen itu, tetapi tidak ada. Rasa
penasaran mereka pun bertambah, mereka tetap mencari informasi tentang permen
itu, mereka mencari di perpustakaan dan menemukan sebuah buku.
Puspita: ”Ky,
coba deh liat buku ini.. Disini tertulis efek dari penggunaan narkoba. Salah
satunya adalah membuat pikiran menjadi nge-fly.”
Dicky:”Iya bener.. Jangan-jangan
permen yang diceritain sama Icha itu
narkoba lagi?”
Puspita:”Aku
juga mikirnya gitu.”
Puspita
dan Dicky pun mencoba untuk memberitau Icha,
bahwa permen yang selama ini dia makan adalah narkoba. Tetapi percuma, Icha tidak percaya dengan mereka karena hasutan
dari Teda. Puspita dan Dicky pun
mencari akal agar Icha
percaya dengan mereka. Beberapa hari kemudian, Puspita mempunyai ide untuk
menunjukkan buku tersebut kepada Icha.
Puspita:”Ky,
masih ada ga buku yang kamu dapetin di perpus beberapa hari yang lalu?”
Dicky: ”Aku
ga tau, emang buat apa?”
Puspita: ”Gimana
kalo kita tunjukin buku itu ke Icha biar
dia percaya?”
Dicky: ”Kalo
dia ga percaya gimana?”
Puspita: ”Ya, coba aja dulu.. Yang
penting kita udah usaha.. Kalo cara itu gak berhasil, kita cari cara yang
lain.”
Puspita
dan dicky pun bergegas ke perpustakaan untuk mencari buku tersebut, dan Dicky mendapatkannya.
Dicky: ”Puspita..Puspita..
Aku dapet bukunya.” (sambil berteriak)
Puspita: ”Sssttt..
Ribut banget sih.. Ini perpustakaan, bukan hutan.”
Dicky: ”Maaf
aku lupa, saking senengnya karena aku udah dapet bukunya.”
Puspita: ”Mana..Mana?”
Dicky: ”Ini,
rencana selanjutnya gimana?”
Puspita: ”Kita
harus cari kesempatan untuk ngasik tau Icha tentang isi buku ini.”
Dicky: ”Kesempatan
di permainan monopoli tu?” (Pura-pura tidak mengerti)
Puspita: ”Bukan, ini ga ada
hubungannya sama monopoli..(Menjawab dengan kesal) Maksud ku kita cari kesempatan, waktu icha ga sama
teda. Langsung deh kita tunjukin buku ini..”
Dicky: ”Ditunjukin
aja?” (Pura-pura tidak mengerti)
Puspita: ”Ya
engga lah.. Kita kasik tau juga kalo sebenarnya dia itu lagi terpengaruh zat
narkoba dengan menyuruhnya membaca buku tersebut di rumah.” (Menjawab dengan sabar)
Dicky: ”Ohh
gitu, oke deh.. Ide mu bagus juga.”
Puspita: ”Iya
dong, Puspita gitu loh.. kita
tinggal tunggu waktunya aja.”
Dicky: ”Sip.”
Beberapa saat kemudian mereka pun melihat icha sendiri
duduk di kantin sekolah, mereka pun langsung mendekati icha. Dan memberikan
buku tersebut.
Dicky: ”Icha kami
boleh duduk disini gak?”
Icha: ”Boleh aja.”
Puspita: ”Icha coba
deh baca buku ini!” (sambil memberikan buku tersebut)
Icha: ”Emang ni buku apa?”
Puspita: ”Iya baca aja
di rumah.”
Icha: ”Iya deh.”
Setelah icha pulang sekolah icha pun membaca buku itu.
Icha: ”Kok
buku ini aneh banget ya? Judulnya Narkoba. Tumben-tumbenan Puspita ngasik aku
buku beginian.. Apa hubungannya sama aku?
Setelah
membaca buku tersebut, akhirnya Icha
tau bahwa permen yang diberikan oleh Teda adalah
NARKOBA ! Icha pun terkejut.
Icha: ”Ternyata
permen yang aku makan adalah Narkoba. Aku
di bohongi sama Teda. Aku
nyesel udah percaya sama Teda. Karna dia hidupku lebih sengsara lagi. Kenapa
dia berbuat seperti itu ke aku? Padahal aku udah nganggep dia sahabatku.” (sambil menangis dengan rasa takut).
Karena
hal tersebut, Icha jarang sekolah karena masih dalam proses
penyembuhan(Rehabilitasi). Puspita dan Dicky kasihan terhadap Icha karena ulah
licik dari Teda. Setiap pulang sekolah, mereka menjenguk Icha di Rumah Sakit
dekat sekolah mereka dan memberikan Icha semangat untuk menjalani hidup.
AMANAT:
1.
Jangan sia-siakan waktu kalian untuk narkoba
2.
Jangan mudah percaya dengan orang lain
3.
Narkoba merusak masa depan kita
4.
Lindungilah generasi penerus bangsa dari narkoba.